Jangan Terjebak Ekspektasi


This article is published to begin the new month, March. Tbh, this is not totally article, it was just my random thought, so just read it and  give can your opinion, or comment as well. 

(Sumber gambar: lauracitafebrianty)

     Ketika rasa takut dan kecewa seperti menghadang, maka sepertinya berhenti berekspektasi bisa menjadi jawaban agar rasa-rasa tersebut hilang. Setiap individu memiliki goals atau tujuan hidupnya masing-masing, entah untuk jangka pendek, menengah, atau panjang.  Lalu, kita akan mulai melangkah agar bisa mewujudkannya, hingga akhirnya terbawa pada suatu bayangan yang kita harapkan akan menjadi nyata. Tidak dapat dipungkiri bahwa orang-orang akan mengharapkan hasil terbaik untuk setiap tujuan hidupnya, terhadap setiap usaha yang telah dikeluarkan, serta waktu yang dihabiskan untuk satu tujuan. Tidak ada yang melarang untuk mengharapkan sebuah hasil yang sangat bagus, sesuai dengan target-target yang telah ditentukan. Hanya saja, berekspektasi adalah sebuah jebakan.

    Kerap kali kita berharap untuk bisa diterima oleh semua orang. Tak jarang kita sudah membayangkan bagaimana hubungan kita dengan rekan-rekan baru yang kita temui, dengan lingkungan baru yang kita masuki, entah di bidang pendidikan, pekerjaan, ataupun masyarakat. Atau yang lebih sering dihadapi, tentang ekspektasi makanan yang sesuai dengan iklannya. Iya… terkadang kita sudah berekspektasi akan kemungkinan-kemungkinan yang bisa kita terima. Namun, apakah realitanya sudah sesuai dengan ekspektasi?


        Istilah tak semua ekspektasi bisa jadi realita, ekspektasi tidak sejalan dengan realita, dan istilah-istilah semacam itu sudah tidak asing. Bahkan iklan makanan yang terlihat lezat bisa jadi bukan apa-apa ketika kita mencoba untuk memakannya. Tampilan pakaian di online-shop bisa sangat berbeda dengan barang aslinya. Lumrah, itulah satu kata yang mampu menggambarkan realita yang ada. Memang tidak semua, namun sebagian besar pernah mengalami hal-hal serupa. Perihal makanan, iklan, pakaian, itu hanyalah sebagian kecil dari ekspektasi kita yang sering tidak sejalan dengan realita. Apakah ada ekspektasi yang lebih menyakitkan? Tentu dan semua itu tergantung dari bagaimana setiap individu membayangkan hal-hal terbaik yang memiliki kemungkinan terburuk pada realitanya.

      Berekspektasi bisa jadi memacu kita untuk mengeluarkan usaha semaksimal mungkin. Usaha yang maksimal mampu mengurangi persentase kegagalan, namun itu tidak 100% menjamin semuanya berjalan mulus. Lalu, di sinilah jebakan itu akan didapat. Berekspektasi akan hasil yang bagus dan proses yang mulus dengan mengerahkan usaha yang maksimal, namun realita yang terjadi jauh dari rencana, maka kecewa, rasa tidak terima, dan sedih sedikit banyak akan terlintas di benak kita. Inilah salah satu jebakan yang sekiranya dihadapi. Pada akhirnya, hal tersebut membuat kita harus berdamai dengan diri sendiri. Salah satunya dengan mencoba untuk tidak berharap banyak akan setiap hal yang kita lakukan, kita beli, atau kita hadapi. Pun, menguatkan diri akan hasil yang tidak sesuai dengan ekspektasi dirasa perlu, sebelum menjadi jatuh dan terlalu kecewa.

Peace begins when expectation ends
(Sri Chinmoy)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Stres. Skripsi Bukan Perlombaan tapi Sebuah Proses

Blue Tamblingan, Kopi Istimewa dari Desa Munduk

Menunda pekerjaan, Menabung penderitaan