Jeratan Komentar Warganet
Pada
akhir bulan Mei 2020, lagu Aku Bukan Boneka yang dinyanyikan oleh Rahmawati
Kekeyi Putri Cantika heboh karena menjadi tranding #1 di platform Youtube. Belum lewat satu minggu, kini
lagu tersebut kembali menghebohkan warganet. Bukan karena viewers yang terus bertambah, namun karena kontroversi dari lagu
tersebut hingga menyebabkan lagu yang dirilis tanggal 29 Mei kemarin sempat di take down dari Youtube.
Warganet
kini menyerang akun Rini Wulandari, penyanyi jebolan salah satu ajang pencarian
bakat menyanyi sebab persoalan dimulai ketika Rini menuding Kekeyi melakukan
plagiat terhadap lagunya. Memang banyak yang memberikan dukungan, tapi gak
sedikit pula yang menghujat Rini. Entah karena fans garis keras yang memang membela Kekeyi atau sekadar
menyalurkan nafsu mereka untuk mencaci maki.
Memang
kolom komentar kini bisa diibaratkan seperti lubang buaya atau kandang macan.
Sekali salah masuk, bisa diterkam habis-habisan. Sekali salah mengunggah konten
bisa menjadi bulan-bulanan warganet. Sama kasusnya dengan yang dialami Kekeyi dan
Rini Wulandari. Mereka berdua hanya contoh saja dari keganasan warganet. Di
luar, masih banyak hujatan-hujatan di sosial media yang menjerat para public figure dan tak jarang kasus-kasus tersebut berakhir di meja hijau.
Sebagai
seorang warganet, tetap ada rasa heran. Pasalnya, ketika satu kasus mencuat, si
pembenci bisa tiba-tiba menjadi pendukung dan menghujat si lawan yang sedang
diajak berseteru, hingga muncul komentar-komentar pedas untuk si lawan. Dan
lagi, entahlah karena memang mendukung atau sekadar ingin menghujat, warganet
sendiri yang bisa menjawab.
Kekeyi
sendiri dapat dikatakan menjadi youtuber yang
paling sering dihujat oleh warganet. Tindak-tanduk Kekeyi sering sekali
berakhir menjadi bahan tertawaan bagi warganet. Hingga kasus yang terakhir ini muncul,
Kekeyi sempat memposting sedikit kegelisahannya.
Saat ini aku ingin belajar ikhlas, dan aku
belajar untuk menerima serta aku ingin menghilangkan trauma dalam diriku.
Karena sudah satu Minggu aku dalam rasa deg deg an yang amat sangat. Biarkan
aku termenung sahabat.
Pesan
tersebut disampaikan melalui instastorynya.
Mungkin saja dia tengah menghadapi trauma untuk berhadapan dengan warganet.
Atau bisa jadi Kekeyi tengah berada dalam tekanan mental. Mungkin saja karena kita
hanya bisa menduga dengan belajar dari kasus-kasus sebelumnya.
Jangankan
Kekeyi yang masih memiliki kekurangan baik dari sisi penampilan maupun
konten-konten yang dibuat. Kita lihat public
figure yang lebih memumpuni pun juga tak luput dari komentar-komentar
warganet.
Keganasan
warganet sepertinya memang luar biasa, khususnya warganet Indonesia. Gak cuma public figure di dalam negeri sendiri
yang sering dikritik. Pada bulan April hingga Mei lalu sempat heboh pula
kejadian warganet Indonesia yang menyerang akun media sosial Reemar Martin
artis Tik Tok asal Filipina hingga
artis Korea Selatan Han So Hee.
Kita
gak akan pernah tau apa yang akan terjadi ke depannya, tapi rasanya kita tetap
perlu belajar dari kejadian-kejadian yang sudah berlalu di mana banyak juga public figure yang menyerah karena
hujatan-hujatan warganet.
Mengomentari
penampilan, gaya hidup, konten, dan apapun yang diunggah oleh setiap orang
khususnya para influencer dan public figure memang tidak ada salahnya,
selama komentar tersebut memiliki alasan yang jelas dan tidak berujung pada
perundungan.
Meskipun
yang muncul hanya kata-kata pada kolom komentar, namun kita gak pernah tahu
tingkat sensitifitas seseorang. Kemampuan mereka untuk filtering kritik, saran, dan sanjungan juga tidak sama.
Jadi
yang siapa yang salah? Apakah para para youtuber,
influencer, dan public figure yang
membagikan konten-konten mereka? Atau jari jemari warganet yang selalu ingin
mengomentari konten mereka? Sementara, di sisi lain entah content creator maupun warganet memiliki hak yang sama.
Dari
sudut pandang saya sendiri, kedua belah pihak tidaklah salah. Sah-sah saja
untuk membagikan konten atau memberikan komentar selagi yang dibagikan tidak
menimbulkan ketersinggungan, kontroversi atau berujung pada perundungan.
Letak
kesalahannya sendiri justru pada diri kita masing-masing. Dengan beberapa content creator yang terkadang hanya
ingin mencari sensasi bukan memberi edukasi. Pun dengan warganet yang masih
sering mencari kesalahan-kesalahan si content
creator. Di mana kita masih mengulik kehidupan si public figure ketika kita sejatinya tidak menyukainya.
Sederhananya,
alih-alih memberikan komentar yang menjatuhkan, kenapa tidak ditinggalkan saja.
Ketika kita tidak suka kita tidak perlu mencari tahu, cukup lewati atau
hindari, sebab komentar-komentar yang ditinggalkan bisa menjadi jerat, baik
untuk public figure maupun warganet.
keren banget
BalasHapus